Sabtu, 01 Desember 2012

0 Sejarah SMK NU 03 Kaliwungu Kendal


Sejarah SMK NU 03 Kaliwungu Kendal





Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) NU 03 Kaliwungu pada awalnya bernama STM NU 02 Kaliwungu adalah lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Lembaga Ma’arif Kendal didirikan pada tahun 1996 yang berlokasi di Desa Kutoharjo Kaliwungu Kab. Kendal. Pada tahun pertama dengan pemprakarsa dan kepala sekolah pertama yaitu Bapak CHUSAENI, S.Pd. (Alm) membuka empat kelas dengan rincian 3 kelas untuk program keahlian Teknik Mekanik Otomotif (TMO) dan 1 kelas Teknik Audio Video (TAV). Beliau berjuang untuk kemajuan SMK NU 03 Kaliwungu selama 15 Tahun sampai sebelum meninggal karena penyakit stroke yang dideritanya selama 2 th lebih. Pada mulanya Bapak Chusaeni, S.Pd (Alm ) banyak sekali menyewa tempat yang digunakan sebagai lokasi belajar diantaranya MI Kembangan, SD di Stasiun dan Ngaglik. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan fasilitas dan sarana, Beliau tetap berusaha memperjuangkan kemajuan pendidikan di tingkat SMK di Kaliwungu ini. Dan Pada akhirnya saat sekarang SMK NU 03 Kaliwungu mengalami kemajuan dengan menempati gedung baru yang berjumlah 10 lokal dengan dilengkapi laboratorium komputer walaupun komputernya masih dalam keadaan terbatas. Gedung baru yang beralamat di Jl. Soekarno – Hatta Desa Karang Tengah Kaliwungu cukup strategis karena dekat dengan jalan raya dan mudah transportasinya.
Bahkan SMK NU 03 Kaliwungu sekarang sudah memiliki website yang bisa diakses untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang sekolah ini yang dapat diakses di www.smknu03klw.blogspot.com atau dapat menghubungi melalui via telepon (0294) 385376, 3686987.
SMK NU 03 Kaliwungu yang berlokasi di pusat kota Kaliwungu merupakan SMK Swasta yang berbasis Teknologi dan Religius, lokasi yang berada di jalur Strategis jalan Soekarno Hatta memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar dengan aktif dan kreatif. SMK NU 03 Kaliwungu dikenal dengan SMK Nuklir (NU Tiga) dalam mendidik siswa di dukung oleh guru bergelar Sarjana dan Master yang berkompeten di bidangnya.
Di kampus SMK NU 03 Kaliwungu, seluruh Civitas Akademika dengan segala sumber dayanya siap membantu dan membimbing siswa untuk belajar dan memasuki dunia kerja serta menyiapkan masuk ke Perguruan Tinggi.
Read More...

0 CERITA SUNAN KALIJAGA

CERITA SUNAN KALIJAGA

B.Cerita Rakyat Makam Sunan Kalijaga
B.1 Asal Usul Sunan Kalijaga
Raden Mas Syahid yang bergelar ”Sunan Kalijaga” adalah putera dari Ki Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban) dengan Dewi Sukati. Raden Syahid merupakan putera pertama yang lahir tahun 1455 dan beliau memiliki seorang adik bernama Dewi Rosowulan yang menikah dengan Empu Supo dan memiliki 2 orang anak yakni Joko Tarub dan Supo Nem.
Istri pertama Raden Syahid (Sunan Kalijaga) bernama Dewi Saroh binti Maulana Ishak, Sunan Kalijaga memperoleh 3 orang putera, masing-masing ialah :
1.Raden Umar Said (Sunan Muria).
2.Dewi Ruqayyah.
3.Dewi Sofiyah.
Ada cerita lain yang disebut di dalam buku ”Pustaka Darah Agung” bahwa Sunan Kalijaga lama berguru dengan Sunan Syarif Hidayatullah Cirebon, maka beliau pernah kawin dengan Dewi Sarokah, yaitu anak puteri Sunan Syarif Hidayatullah dan memperoleh 5 orang anak, yaitu :
1.Kanjeng Ratu Pembayun yang menjadi isteri Raden Trenggono (Demak)
2.Nyai Ageng Panenggak yang kemudian kawin dengan Kyai Ageng Pakar.
3.Sunan Hadi (yang menjadi panembahan kali) menggantikan Sunan Kalijaga sebagai Kepala Perdikan Kadilangu.
4.Raden Abdurrahman.
5.Nyai Ageng Ngerang (makamnya di daerah Solo, Jawa Tengah).
Sunan Kalijaga disebut juga dengan nama-nama Raden Syahid, Raden Abdurrahman, Lokojoyo, Jogoboyo dan Pangeran Tuban. Tetapi yang disebutkan di dalam buku ”Babat Tanah Jawi” mengatakan, bahwa pada usia muda Raden Syahid pernah berguru dengan Sunan Ampel dan juga kepada Sunan Bonang, pada suatu saat beliau diperintahkan untuk menuju Cirebon berguru kepada Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Lalu diperintahkan bertapa di pinggiran sungai di suatu desa bernama ”Kalijaga”. Setelah selesai kembali ke Demak dan oleh kalangan Walisongo di Demak beliau diberi sebutan “Kalijaga”. Tempat pertapaan Raden Syahid yang bernama “Kalijaga” ini sampai sekarang masih ada petilasannya, yaitu di desa kalijaga, sebelah selatan Terminal Bus Induk kota Cirebon.
Pada umumnya para Walisongo namanya menjadi terkenal dengan tempat makamnya, tidak demikian halnya Sunan Kalijaga yang makamnya berada di Kadilangu, tetapi namanya tetap terkenal dengan sebutan “Sunan Kalijaga”.

B.2 Peninggalan Sunan Kalijaga

Masjid Kadilangu.
Sewaktu Sunan Kalijaga masih hidup, Masjid Kadilangu itu masih berupa Surau kecil. Setelah Sunan Kalijaga wafat dan digantikan oleh puteranya yang bernama Sunan Hadi (putera ketiga). Surau tersebut disempurnakan bangunannya hingga berupa masjid seperti terlihat sekarang ini. Disebutkan disebuah prasasti yang terdapat di atas pintu masjid sebelah dalam yang berbunyi : “Meniko titi mongso ngadekipun masjid ngadilangu pada hari Ahad Wage tanggal 16 sasi dzul-hijjah tahun tarikh jawi 1456, (ini waktunya berdiri masjid Kadilangu pada hari Ahad Wage tanggal 16 bualn dzul-hijjah tahun tarikh jawa 1456). Tulisan tersebut aslinya bertulisan Arab. Menurut tutur kata rakyat Masjid Kadilangu ini sudah beberapa kali mengalami perbaikan di sana sini, sehingga banyak bagian bangunannya yang sudah tidak asli, terutama bagian luarnya.
Di Cirebon tepatnya di desa Kalijaga telah terdapat sebuah masjid kuno, letaknya bersebelahan dengan petilasan pertapaan Sunan Kalijaga. Masjid ini oleh masyarakat Cirebon khusunya dikenal dengan nama “Masjid Sunan Kalijaga”.
Masjid tersebut sudah tampak tua, meskipun di sana sini sudah tampak ada perbaikan terutama bagian dinding luar. Berita-berita dari rakyat telah menyampaikan keterangannya yang berbeda-beda.
Ada yang mengatakan, bahwa masjid tersebut berdiri sebelum Sunan Kalijaga berada di tempat pertapaanya itu. Pada saat Sunan Kalijaga bertapa, setiap waktu sholat beliau mengerjakan sholatnya di dalam masjid tersebut. Sehingga masyarakat sekeliling pada waktu itu menyebutnya dengan nama masjid Sunan Kalijaga
Ada yang mengatakan, bahwa masjid tersebut berdiri setelah Sunan Kalijaga selesai melakukan tapa (semedi). Berhubung masjid tersebut letaknya berdampingan dengan tempat pertapaan Sunan Kalijaga, maka oleh masyarakat kemudian dinamai masjid “Sunan Kalijaga”.
Kedua pendapat tersebut memang sulit untuk dibuktikan kebenarannya, karena memang sampai sekarang tutur rakyat tersebut tidak dapat dibuktikan dengan bukti-bukti nyata peninggalan sejarah. Tapi yang jelas sampai sekarang masyarakat Cirebon pada menyebut masjid tersebut dengan nama “Masjid Sunan Kalijaga”.
Masjid ini tampak dari luar sangat angker, mungkin karena letaknya yang berada ditengah-tengah hutan yang penuh dengan ratusan binatang “kera”. Di sekeliling tersebut hanya ada penduduk yang jumlahnya sedikit, kurang lebih terdiri dari sembilan rumah. Masjid ini tampak kurang berfungsi, baik untuk berjamaah shalat lima waktu maupun sebagai tempat atau pusat kegiatan penyiaran agama Islam.
Sunan Kalijaga semasa hidupnya.
Sewaktu masih muda, Raden Syahid tergolong anak muda yang cerdas, trampil, pemberani, dan berjiwa besar, usia mudanya tidak disia-siakan begitu saja, tetaapi benar-benar dipergunakan untuk membesarkan dirinya meskipun tanpa bekal orang tuanya. Beliau suka berguru pada sesepuh. Ilmu-ilmu yang diambil dari gurunya antara lain: ilmu hakikat, ilmu syariah, ilmu kanuragan, ilmu filsafat, ilmu kesenian dan lain sebagainya, sehingga beliau dikenal masyarakat pada masa itu sebagai seorang ahli tauhid, mahir dalam ilmu syariat, mampu mengusai ilmu setrategi perjuangan dan juga seorang filasof. Bahkan ahli pula di bidang sastra sehingga terkenal juga sebagai seorang pujangga karena syair-syairnya yang indah, terutama syair-syair jawa. Lantaran ilmu-ilmu dan kemampuan pribadi yang dimiliki itu, Sunan Kalijaga termasuk salah seorang anggotaa kelompok ”Walisongo” atau ”Walisembilan” yang bergerak dibawah pengatuaran kekuasaan Sultan Patah di Demak. Beliau ditugaskan oleh kelompok walisongo ini untuk menggarap masyarakat di daerah-daerah pedalaman yang kondisinya sangat rawan, karena perilaku kehidupan mereka yang sangat tidak terpuji, misalnya didaerah yang sering terjadi pencurian dan pembunuhan, didaerah yang masyarakat yang suka berjudi, meminum minuman keras dan lain sebagainya.
Perjuangan Sunan Kalijaga.
Pada saat giat-giatnya para Walisongo berjuang menyiarkan agama Islam, maka Sunan Kalijaga yang termasuk di dalamnya tidak ketinggalan untuk bangkit memperjuangkan syiar dan tegaknya agama Islam, khususnya di tanah Jawa. Beliau termasuk kalangan mereka para Wali yang masih muda, tetapi mempunyai kemampuan yang luar biasa, baik kecerdasan dan ilmu-ilmu yang dimiliki, maupun kondisi umur dan tenaga yang masih muda bila dibandingkan dengan yang lainnya. Ternyata Sunan Kalijaga didalam gerak perjuangannya tidak lepas dari penugasan khusus dan bimbingan yang diberikan para sesepuh Walisongo. Karena itu Sunan Kalijaga benar-benar membanting tulang. Tidak hanya melakukan dakwah disuatu daerah saja, melainkan hilir mudik, keluar masuk hutan dan pegunungan, siang malam terus melakukan tugasnya itu, sehingga terkenal sebagai ”Muballigh Keliling”. Beliau memberanikan diri bertabligh atau berdakwah dengan melalui pertunjukan kesenian berupa ”Wayang” lengkap dengan gamelannya. Sedangkan cerita-cerita yang ada didalam lakon pewayangannya itu diramu dengan butir-butir tuntunan agama Islam dan diselingi dengan syair-syair jawa yang mengandung ajaran agama Islam pula, sehingga rakyat yang menonton dan mendengarkan cerita wayang yang dipertunjukan Sunan Kalijaga itu tidak merasakan bahwa dirinya sudah mulai kemasukkan ajaran agama Islam. Cara-cara dakwah Sunan Kalijaga yang semacam ini diterapkan dalam perjuangannya itu lantaran adanya pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
a.Bahwa rakyat dan penduduk tanah Jawa pada saat itu masih kuat dipengaruhi oleh kepercayaan agama Hindu dan Budha atau juga oleh kepercayaan warisan nenek moyang mereka dahulu, sehingga tidak mungkin begitu saja untuk dialihkan kepercayaannya. Karena itu harus pelan-pelan memasukkan ajaran agama Islam, tidak bisa melalui kekerasan.
b.Bahwa rakyat di tanah Jawa pada saat itu masih kuat di dalam memegang adat istiadat dan budaya nenek moyangnya, baik yang bersumber dari ajaran agama Hindu dan Budha, maupun kepercayaan animisme yang mereka yakini saat itu, sehingga tidak mudah meruban begitu saja terhadap adat istiadat dan budaya tersebut, tetapi Sunan Kalijaga justru membiarkan adat istiadat dan budaya tersebut tetap berjalan di tengah-tengah mereka, hanya saja sedikit demi sedikit adat istiadat dan budaya itu di masuki dengan ajaran agama Islam, baik yang menyangkut hakikat (tauhid) maupun syariah serta akhlaqul karimah.
Dengan pertimbangan keadaan rakyat yang seperti itu maka Sunan Kalijaga harus berfikir untuk menemukan cara yang paling tepat dalam perjuangan mengajak mereka memeluk agama Islam, maka ditemukanlah jalan yaitu bertabligh dengan menyuguhkan ”Kesenian Wayang” yang pada saat itu sedang digemari oleh masyarakat di tanah Jawa ini.
Tidak hanya cara itu saja yang ditempuh oleh Sunan Kalijaga, tetapi beliau bahkan sering bercampur-campur rakyat yang boleh dikatakan ”abangan”. Demikian menurut berita rakyat yang masih bisa diterima. Suatu saat beliau bercampur dengan orang-orang yangt masih kotor perilaku terpuji, misalnya orang-orang yang suka mengadu ayam, berjudi, meminum minuman keras juga terhadap orang yang pekerjaannya mencuri dan lain sebagainya. Beliau bercampur dengan mereka itu tidak memperlihatkan ”sikap fanatik” terhadap mereka justru Sunan Kalijaga membina dan membimbing mereka secara pelan-pelan menuju jalan yang benar sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam, meskipun harus memutar otak dan membanting tulang. Mereka menjadi sadar, bahwa apa yang diperbuat se4muanya itu telah merugikan dirinya dan dapat berakibat fatal terhadap rakyat banyak.
Ada sementara orang yang beranggapan, bahwa karena sikap dan perilakunya Sunan Kalijaga yang terlihat ”sok campur dengan orang-orang jelek, sok campur dengan orang-orang abangan” lalu memberikan penilaian dan bahkan memberikan sebutan sebagai ”Wali Abangan”. Berdasar cerita diatas tadi, maka sebutan dan anggapan tersebut adalah ”tidak benar”, karena apa yang diperbuat oleh Sunan Kalijaga seperti itu sesungguhnya merupakan sikap menjalankan perintah dari Walisongo bukan karena sikap laku dirinya lantaran kebodohannya.
Hampir seluruh masa hidup Sunan Kalijaga benar-benar dipergunakan untuk berjuang demi syiarnya agama Islam, khususnya di tanah Jawa sebagaimana para Wali yang lainnya. Akhirnya beliau wafat, sayang sampai sekarang belum ada ahli sejarah satupun yang dapat menemukan tahun wafatnya. Bahkan juga kelahiran beliau hanya ada berita dari rakyat yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga wafat setelah berumur panjang sekali, sehingga pada masa hidupnya dapat mengalami masa kekuasaan 3 kerajaan, yaitu :
Pertama : masa kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Kedua : masa kekuasaan Kerajaan Demak.
Ketiga : masa kekuasaan Kerajaan Pajang.
Sampai sekarang haanya bisa diketahui makamnya, yaitu di desa ”Kadilangu” kabupaten Demak, kurang lebih 2 km dari Masjid Agung Demak.
Jasa-jasa Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga termasuk salah seorang dari kalangan Walisongo yang tergolong muda saat itu, lagi pula paling berat tugasnya maka apabila sejarah perjuangan beliau diteliti, sesungguhnya tidak sedikit jasa-jasanya. Antara lain ialah :
a.Bidang Strategi Perjuangan.
Seperti diketahui bahwa Walisongo didalam menyebarkan ajaran agama Islam di tanah Jawa ini tidak begitu saja melangkah, melainkan mereka menggunakan cara-cara dan jalan (taktik dan strategi) yang diperhitungkan benar-benar, memakai pertimbangan yang masak, tidak ngawur sehingga agama Islam disampaikan kepada rakyat dapat diterima dengan mudah dan penuh kesabaran, bukan karena terpaksa.
Sunan Kalijaga didalam menyebarkan ajaran Islam benar-benar memahami dan mengetahui keadaan rakyat yang masih kebal dipengaruhi kepercayaan agama Hindu Budha dan gemar menampilkan budaya-budaya Jawa yang berbau kepercayaan itu, maka bertindaklah beliau sesuai dengan keadaan yang demikian itu, sehingga taktik dan strategi perjuangan beliau disesuaikan pula dengan keadaan, ruang dan waktu.
Berhubung pada waktu itu sedikit para pemeluk agama Siwa Budha yang fanatik terhadap ajaran agamanya, maka akan berbahaya sekali apabila dalam mengembangkan agama Islam selanjutnya tidak dilakukan dengan cara bijaksana dan melaui jalan pendekatan yang mudah ditempuh. Para Wali termasuk Sunan Kalijag mengetahui bahwa rakyat dari kerajaan Majapahit masih lekat sekali dengan kesenian dan kebudayaan mereka, misalnya gemar terhadap gamelan dan keramaian-keramaian yang bersifat keagamaan siwa Budha.
Setelah para Walisongo mengadakan musyawarah bersama, maka telah ditemukan suatu cara yang tepat sekali untuk mengIslamkan mereka. Cara tersebut yang menemukan adalah Sunan Kalijaga salah seorang yang terkenal berjiwa besar, berpandangan jauh kedepan, berfikir tajam dan kritis dan yang lebih menarik justru beliau berasal dari suku jawa asli lagi pula ahli seni, sehingga beliau paham terhadap seni-seni Jawa dan gamelan serta gending-gending.
b.Bidang Kesenian
Sunan Kalijaga ternyata mampu menciptakan kesenian dengan berbagai bentuknya. Maksud utama kesenian itu diciptakan adalah sebagai alat dalam bertabligh mengelilingi berbagai daerah, ternyata malah mempunyai nilai sejarah yang berharga bagi bangsa Indonesia. Kesenian yang diciptakan Sunan Kalijaga tersebut berupa ”Wayang” lengkap dengan gamelannya. Bahkan Sunan Kalijaga pernah memesan kepada orang yang ahli membuat gamelan, yaitu pesan supaya dibuatkan ”Serancak gamelan” yang kemudian diberi nama gamelan ”Kyai Sekati”.
Dan masih banyak yang diciptakan Sunan Kalijaga dibidang seni termasuk seni lukis dan lain sebagainya. Dari sinilah Sunan Kalijaga kemudian terkenal dikalangan masyarkat Jawa sampai sekarang sebagai seorang ahli seni.
Di lain pihak Sunan Kalijagajuga menciptakan karangan cerita-cerita pewayangan yang kemudian dikumpulkan dalam kitab-kitab cerita wayang dan sampai sekarang masih ada. Cerita-cerita itu masih berbentuk ceriat menurut kepercayaan jawa dengan corak kebudayaannya yang ada, tetapi sudah dimasuki unsur-unsur ajaran Islam sebanyak mungkin. Cara itu dilakukan oleh Sunan Kalijaga. Karena adanya pertimbangan, bahwa rakyat pada saat itu masih tebal kepercayaannya Hindu Budha-nya.
Sebab-sebab itulah yang mendorong Sunan Kalijaga harus memutar otak dan membanting tulang sebagai salah seorang mubaligh untuk mengatur siasat dan menempuh jalan yang tepat, yakni mengawinkan ajaran Islam dengan kebiasaan dan kebudayaanmereka sebagaimana yang ditempuh pula para Wali yang lainnya.
Satu hal yang patut dicatat, menurt komentar rakyat, bahwa Sunan Kalijaga disamping sebagai mubaligh keliling kesana-kemari menyampaikan dakwahnya, ternyata beliau masih sempat pula mengarang cerita-cerita wayang terutama yang menagandung nilai filosofis dan berjiwa Islam, termasuk seni suara denagn bentuk syi-ir-syi-irnya yang mengandung Tauhid kepada Allah SWT.
c. Bidang lain-lain
Disamping jasa-jasa beliau tersebut tadi, maka masih ada jasanya yang lain, seperti pendirian Masjid Agung Demak, Sunan Kalijaga tidak ketinggalan ikut serta membangun masjid bersejarah itu. Malah ada hasil karya beliau yang sangat terkenal sampai sekarang yaitu ”Soko Tatal” artinya tiang pokok dalam Masjid Agung Demak yang terbuat dari potongan-potongan kayu jati, lalu disatukan dalam bentuk tiang bulat berdiameter kurang lebih 70cm ini yang membuat adalah Sunan Kalijaga.
Makam Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga wafat dan dimakamkan di desa “Kadilangu” Demak. Menurut cerita rakyat menyatakan, Sunan Kalijaga bertempat di desa Kadilangu ini dimungkinkan karena pertimbangan supaya dekat dengan Demak sebagai pusat pemerintahan Islam saat itu. Dengan demikian memudahkan beliau mengadakan kontak dengan pusat pemerintahan. Sampai akhir hayatnya beliau berada di desa Kadilangu dan dimakamkan di desa ini juga.
Setiap hari makam beliau banyak dikunjungi orang yang kebanyakan bertujuan ziarah makamnya, meskipun kadang-kadang ada juga yang datang hanya ingin tahu makam pembuat sejarah penting di tanah Jawa ini. Pada hari-hari tertentu makam Sunan Kalijaga ramai, banyak orang berziarah, terutama hari Ahad, Kamis dan Jum’at. Bahkan lebih ramai lagi pada hari kamis malam jum’at kliwon, baik yang tua maupun yang muda. Terlihat pada waktu mereka berziarah di makamnya, ada yang membaca surat yaa-siin, ada yang membaca Tahlil dan ada yang terus melakukan riyadlah beberapa hari di makam tersebut.
Biasanya pada tanggal 10 Dzul-hijjah, makm Sunan Kalijaga juga ramai dikunjungi orang, karena ingin melihat atau mengikuti upacara penjamasan benda-benda pusaka terutama yang berupa “Kelambi Kyai Gondil”, sebagian tutur rakyat bukan saja Kelambi Gondil yang disucikan, tetapi juga “Kelambi Onto Kusumo” juga.
B.3 Manfaat cerita rakyat Makam Sunan Kalijaga bagi masyarakat Kadilangu dan Sekitarnya.
Memberikan informasi, pengajaran, hiburan, dan memberikan pengetahuan kepada khalayak agar mengetahui sejarah peninggalan pada zaman dahulu khususnya Makam Sunan Kalijaga.
B.4 Persepsi masyarakat tentang cerita rakyat Makam Sunan Kalijaga.
Dalam cerita rakyat Makam Sunan Kalijaga terdapat salah satu benda peninggalan beliau yaitu, 2 buah Gentong. Gentong tersebut dulunya digunakan untuk wudhu dan airnya diambil langsung dari sungai kadilangu.
Karena itulah sampai saat ini banyak orang yang datang berziarah meminta berkah yaitu untuk diminum juga berwudhu. Mereka percaya bahwa air tersebut dapat membuat kita pintar dan selalu sehat. Percaya atau tidak terserah pada diri kita masing-masing. Tuhan menciptakan benda-benda di alam ini pasti ada manfaatnya bagi kehidupan manusia.
C. Nilai-nilai Cerita Rakyat ”Makam Sunan Kalijaga”.
Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam cerita rakyat tersebut memiliki tiga nilai yaitu :
Nilai Keagamaan : Upaya penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga di daerah Demak dan sekitarnya.
Nilai Budaya : Sunan Kalijaga menyebarkan agama islam dengan Gendhing-gendhing Jawa dan Gamelan.
Nilai Kepahlawanan : Saat Sunan Kalijaga menggarap masyarakat di daerah-daerah pedalaman yang kondisinya sangat rawan.
Read More...

1 Mengenal Lebih Dekat Kota Semarang Melalui Sejarah

Mengenal Lebih Dekat Kota Semarang Melalui Sejarah

(Mengambil Hikmah Dari Kerusuhan di Kaligawe 4 Februari 1935 sebagai Peristiwa Sejarah)
Menguak Potensi Kota Semarang Sebagai Kota Wisata
Tanggal 2 Mei mendatang, Kota Semarang akan merayakan hari jadinya yang ke 464. Sudah semestinya jika hari jadi Kota Semarang ini tidak hanya milik pemerintah Kota Semarang, tetapi milik seluruh warga dan elemen masyarakat Kota Semarang. Oleh karena itu semua pihak berharap agar berbagai kemeriahan dan kegiataan yang akan diselenggarakan dapat benar-benar dinikmati dan didukung oleh seluruh warga Kota Semarang. Kota Semarang memiliki pelabuhan (Tanjung Mas) yang terkenal sejak jaman Belanda, dengan demikian Semarang merupakan kota yang ideal sebagai gerbang masuk menuju kota-kota lain di Jawa Tengah. Tak heran bila kemudian Semarang lebih dikenal sebagai kota transit daripada kota wisata, padahal Semarang menyimpan begitu banyak keunikan yang bisa dinikmati.
Potensi wisata di Kota Semarang memang bukan terletak pada obyeknya, tetapi pada nilai kearifan lokal seperti bangunan bersejarah dan bangunan religi. Kota Semarang juga memiliki taman bermain, pemandangan alam dan wisata kuliner yang sangat memikat. Untuk tempat bersejarah yang layak dikunjungi antara lain: Lawang Sewu; Tugu Muda; Museum Mandala Bakti; Museum Ronggowarsito; Museum Jamu Jago; Museum Nyonya Meneer dan Muri. Untuk bangunan religi antara lain seperti Masjid Agung, Gereja Blenduk dan Klenteng Sam Poo Kong. Semarang juga memiliki tempat wisata bermain untuk anak-anak, seperti Wonderia dan Istana Majapahit. Bagi yang gemar melihat keindahan alam, diantaranya dapat berkunjumg ke Goa Kreo, Agro Wisata Sodong serta Kampung Wisata Taman Lele. Untuk menunjang kebutuhan para wisatawan, Kota Semarang juga sudah mempersiapkan hotel dari yang paling murah sampai hotel berbintang. Transportasi yang mudah dan nyaman, biro perjalanan yang siap memandu perjalanan para wisatawan dan kalau berkunjung ke Kota Semarang jangan lupa dengan wisata kuliner dan makanan khasnya, bandeng presto dan wingko babat.
Sekilas Tentang Sejarah
Kata sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu Syajarotun yang berarti pohon kayu. Pohon dalam pengertian ini merupakan simbol kehidupan, karena terdapat bagian-bagian seperti batang, ranting, daun, akar, dan buah yang menunjukkan adanya aspek-aspek kehidupan yang satu sama lain saling berhubungan untuk membentuk sesuatu itu menjadi hidup. Istilah yang memiliki makna sama dengan kata syajaratun adalah silsilah, riwayat atau hikayat, kisah, dan tarikh. Sejarah memiliki 3 unsur penting, yakni ruang; waktu dan manusia. Pembagian sejarah dapat dikategorikan menjadi: sejarah sebagai peristiwa; sejarah sebagai kisah dan sejarah sebagai ilmu.
Sejarah sebagai peristiwa memang terkadang selalu diidentikan dengan orang besar dan perang. Padahal sejarah tidak hanya milik orang besar, orang kecil atau rakyat jelatapun seharusnya berhak menjadi aktor sejarah. Pada kesempatan kali ini akan dipaparkan sebuah peristiwa sejarah, dimana bukan orang besar yang menjadi aktor sejarahnya, melainkan para tukang-tukang gerobag. Peristiwa sejarah ini terjadi dengan latar belakang tahun 1935 di Kota Semarang. Sebuah peristiwa kerusuhan di Kaligawe tanggal 4 februari 1935 yang melibatkan tukang gerobag dan aparat keamanan Kota Semarang.
Kronologis Kejadian Kerusuhan di Kaligawe 4 Februari 1935
Menurut laporan Residen Semarang (K.J.A. Orie) pada hari senin tanggal 4 Februari 1935 telah terjadi penyerangan tukang-tukang gerobag dari desa Genuk terhadap pos polisi Kaligawe. Desa Genuk adalah desa yang terletak di sebelah timur Kota Semarang dan termasuk Kabupaten Demak (ketika itu). Pos polisi Kaligawe terletak di perbatasan Kabupaten Semarang dan Onderdistrik Genuk, Kabupaten Demak.
Kerusuhan itu adalah lanjutan peristiwa yang terjadi pada hari Jumat tanggal 1 Februari 1935. Pada hari itu beberapa orang aparat keamanan Semarang di perbatasan Kaligawe menghentikan gerobag-gerobag dari desa Genuk yang akan masuk Semarang, karena pajak gerobag itu belum dipenuhi. Gerobag-gerobag itu harus kembali pulang atau diproses verbal kalau meneruskan perjalanan ke Kota Semarang. Mereka diberi kesempatan untuk membayar pajak sampai tanggal 7 Februari.
Dari beberapa orang peserta kerusuhan yang tertangkap diperoleh keterangan bahwa tukang-tukang gerobag yang dilarang masuk Kota Semarang pada hari Jumat tanggal 1 Februari itu, pada hari Sabtu malam tanggal 2 Februari mengadakan pertemuan di rumah Sukaeni (seorang mandor gerobag) yang terletak di dukuh Tanggulangin, Kelurahan Banjardewa. Pertemuan dihadiri oleh sekitar 60 orang. Di antaranya adalah seseorang bernama R. Ahmad yang berasal dari Cikampek dan datang di dukuh Tanggulangin serta bertempat tinggal di rumah Sukaeni.
Pada pertemuan hari Sabtu malam tanggal 2 Februari, Sukaeni memperkenalkan R. Ahmad sebagai seorang keramat. Selain itu R. Ahmad juga dapat memberi syarat kepada tukang-tukang gerobag itu untuk masuk Kota Semarang tanpa membayar pajak gerobag. Syarat itu berupa sepucuk surat jimat yang harus dibawa oleh setiap tukang gerobag yang akan masuk Kota Semarang. Surat jimat itu dapat diperoleh dengan memberi imbalan 3 sen. Kalau ada pencegatan seperti yang terjadi pada tanggal 1 Februari itu, surat jimat itu harus diperlihatkan. Kalau petugas pajak atau aparat keamanan tidak dapat membaca surat itu dan tetap melarang meneruskan perjalanan, maka harus dilawan dengan kekerasan.
Dengan membawa surat jimat dari R. Ahmad yang dianggap keramat itu, pada hari Senin tanggal 4 Februari tukang-tukang gerobag itu mencoba masuk Kota Semarang. Ketika mereka dihentikan di perbatasan Kaligawe oleh aparat keamanan, mereka mengadakan perlawanan. Mereka tidak diizinkan meneruskan perjalanan, sekalipun sudah memperlihatkan surat jimat. Perlawanan itu berakhir dengan membawa 4 orang korban. Beberapa orang penyerang tertangkap hidup, sisanya melarikan diri ke daerah tambak di wilayah Kabupaten Demak.
Latar Belakang Terjadinya Perlawanan Tukang Gerobak terhadap Aparat Kemanan Kota Semarang
Menurut laporan Residen Semarang (K.J.A. Orie), peristiwa Kaligawe pada tanggal 4 Februari itu bukanlah suatu pemberontakan yang terorganisasi atau terencana. Peristiwa itu adalah suatu kerusuhan yang meletus karena ketidaktahuan dan karena hati yang mendongkol. Tukang-tukang gerobag itu sebenarnya memang sudah membayar pajak gerobag di Kabupaten Demak, karena domilisi mereka di kabupaten itu. Mereka tidak tahu kalau harus juga membayar pajak di Kota Semarang, karena daerah operasi mereka di Kota itu.
Pajak gerobag rangkap itu sebenarnya juga berlaku bagi semua gerobag di sekitar Kota Semarang yang daerah operasinya di kota itu, semisal gerobag dari daerah Kendal, Mranggen dan Ungaran. Namun reaksi hanya timbul dari tukang-tukang gerobag Genuk. Reaksi ini ada hubungannya dengan keadaan penghidupan penduduk daerah Genuk ketika itu. Mereka itu petani-petani miskin. Menurut keterangan Asisten Wedana Genuk, luas tanah petani di daerahnya rata-rata hanya sekitar 50 sampai 60 Ru, sehingga hasilnya tidak cukup untuk hidup sehari-hari. Untuk menutupi kekurangan, mereka menjadi buruh pengangkut di Kota Semarang dengan bermodalkan gerobag. Jadi mereka menjadi tukang gerobag bukan hanya untuk mencari tambahan penghasilan, tetapi sungguh-sungguh untuk mencukupi kebutuhan hidup. Berhubung dengan dilarang untuk masuk ke Kota Semarang, berarti mereka kehilangan salah satu sumber pokok mata pencaharian. Selain itu kemiskinan menyebabkan mereka sukar untuk membayar pajak di Kota Semarang sebesar f 2,50, apalagi pajak itu harus dibayar sekaligus.
Belajar dari Sejarah, Membuat Manusia Menjadi Lebih Bijak
Ada sebuah pendapat mengatakan belajar dari sejarah, membuat manusia menjadi lebih bijak. Hal itu benar adanya, karena manusia dapat mengambil hikmah dari peristiwa sejarah di masa lalu sehingga dapat menjadi pedoman dalam mengambil keputusan dan menjalani kehidupannya di masa kini. Hikmah yang dapat diambil dari peristiwa sejarah ini adalah bahwa faktor-faktor sosial dapat membuka jalan kepada siapapun untuk melakukan sebuah gerakan perlawanan demi mencapai suatu tujuan atau perubahan. Apalagi jika gerakan tersebut diselipi unsur mistis di dalamnya, yang membuat para pelaku semakin percaya diri. Faktor di ataslah yang salah satunya berperan dalam memicu terjadinya perlawanan tukang-tukang gerobag terhadap aparat keamanan Kota Semarang yang dianggap menjadi penghalang penghidupan petani-petani miskin.
Peristiwa sejarah ini setidaknya dapat menjadi sumber referensi bagi Pemda Kota Semarang, pemerintah daerah lain, bahkan pemerintah pusat di Republik ini untuk selalu mengoptimalkan usaha dalam mensejahterakan rakyat. Di antaranya jangan terlalu membebani masyarakat dengan pungutan pajak yang tinggi. Apalagi jika uang pajak yang telah dibayar masyarakat dengan mengorbankan tetesan keringat, hanya digunakan untuk hal-hal yang tidak pro rakyat atau yang lebih parah lagi untuk mengisi perut pejabat sendiri (korupsi berjamaah). Jika hal itu masih dilakukan oleh para pemimpin di Republik ini, tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti akan terjadi peristiwa serupa seperti di Kaligawe 1935, yakni perlawanan rakyat terhadap pemerintah di bumi pertiwi ini. Selamat Ulang Tahun Kota Semarang.
Read More...

Selasa, 27 November 2012

jangan suka menulis di atas kaca
menulislah diatas meja
janganlah menangis karena cinta
menangislah karena dosa


karung hilang dikasih semen
ditinggal ayam satu kabur
gimana ente dibilang cemen
dikasih cendol malah kabur
Read More...

0 kosong










Read More...

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Blogger templates

 

Blogger news

Blogroll

About